59
PENGELOLAAN POPULASI MAMALIA BESAR TERESTRIAL
DI TAMAN NASIONAL BATANG GADIS, SUMATERA UTARA
(Management of Population Terrestrial Big Mammals in Batang Gadis National Park,
North Sumatra)*
Oleh/By:
Wanda Kuswanda1 dan/and Abdullah Syarief Muhktar
2
1Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli
Sibaganding Km 10,5 Aek Nauli Parapat - 21174 Sumatera Utara Telp. (0625) 41659 dan 41653 2Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam
Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp. 0251-8633234, 7520067; Fax 0251-8638111 Bogor
*Diterima : 08 April 2009; Disetujui : 18 Maret 2010
s
ABSTRACT
Batang Gadis National Park area has been habitat wild animal species, including terrestrial mammals. The
objective of this study was to find for many information on diversity species, densities, distribution patters,
status and management strategies of population terrestrial big mammals. Mammal observation was done by
using strip transect method on research plot of about 35 ha. The research found that there were 19 species
of mammals with highest diversity indices (1.96) on sub montana primer forest of sanctuary zone. The
highest density species was 0.74 individual/ha which was wild boar/Sus scrofa Linnaeus, sumatran tiger
(Panthera tigris sumatrae Poco*ck) was found to be critically endangered species (0.06 individual/ha).
Generally, horizontal distribution patters was random. Fifteen species of the mammals are protected by
Indonesian government law, ten species have been listed in CITES Appendices and ten species listed in the
IUCN Red List of Threatened Species 2008. Strategies of terrestrial mammal protection can be developed
including population size regulations, habitat conservation as home range area, preservation of ecosystem
types diversity, and minimization of threat activities and communities interaction into national park area.
Keywords: Terrestrial mammals, population, random, sumatran tiger, Batang Gadis National Park
ABSTRAK
Kawasan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) merupakan habitat beragam jenis satwaliar, termasuk
mamalia terestrial. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keanekaragaman jenis,
kepadatan, pola sebaran, status dan strategi pengelolaan populasi mamalia besar terestrial. Pengamatan
mamalia dilakukan dengan menggunakan metode jalur berpetak pada plot penelitian seluas 35 ha. Hasil
penelitian menemukan sebanyak 19 jenis mamalia dengan indeks keanekaragaman jenis tertinggi didapat
pada tipe habitat hutan primer sub pegunungan di zona inti sebesar 1,96. Jenis satwa yang memiliki
kepadatan rata-rata tertinggi adalah babi/Sus scrofa Linnaeus, sebanyak 0,74 individu/ha dan harimau
sumatera (Panthera tigris sumatrae Poco*ck) sebagai jenis kritis terancam punah memiliki kepadatan 0,06
individu/ha. Pola sebaran horizontal secara umum berbentuk acak. Lima belas jenis termasuk satwa
dilindungi dalam Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999, 10 jenis termasuk dalam Appendix CITES, dan 10
jenis termasuk Red Data Book IUCN Tahun 2008. Strategi yang dapat dikembangkan dalam pelestarian
mamalia terestrial di antaranya adalah pengaturan ukuran populasi, memelihara kesinambungan habitat
sebagai wilayah jelajah, mempertahankan keragaman tipe ekosistem, dan minimalisasi aktivitas gangguan
dan interaksi masyarakat di dalam kawasan taman nasional.
Kata kunci: Mamalia terestrial, populasi, acak, harimau sumatera, Taman Nasional Batang Gadis
Vol. VII No.1 : 59-74, 2010
60
I. PENDAHULUAN
Mamalia merupakan kelas vertebrata
yang dicirikan oleh adanya kelenjar susu
pada betina menghasilkan susu sebagai
sumber makanan anaknya, adanya rambut
dan tubuh yang endoterm atau "berdarah
panas". Mamalia terdiri lebih dari 5.000
genus, yang tersebar dalam 425 famili
dan 46 ordo. Sebagian besar mamalia me-
lahirkan, kecuali kelompok monotremata
yang bertelur (Wikipedia, 2008). Menu-
rut Primark et al. (1998), 12% dari selu-
ruh jenis mamalia di dunia terdapat di In-
donesia dan 194 jenis di antaranya terda-
pat di Pulau Sumatera.
Menurut Meijaard et al. (2006), pe-
ngelompokan mamalia secara stratifikasi
ekologi dapat dibagi dalam kelompok te-
restrial/darat (sebagian besar tinggal di
permukaan tanah), arboreal (hidup di pe-
pohonan/tajuk pohon), dan akuatik (ting-
gal di wilayah perairan). Pengelompokan
mamalia sering dilakukan pula berdasar-
kan ukuran atau berat tubuhnya, yaitu ke-
lompok mamalia besar dan mamalia ke-
cil. Menurut batasan Suyanto dan Semia-
di (2004), yang dimaksud dengan mama-
lia besar adalah jenis mamalia yang me-
miliki berat badan dewasa lebih dari lima
kg sedangkan di bawahnya termasuk ke-
lompok mamalia kecil.
Beragam jenis mamalia teresterial ter-
utama yang bertubuh besar saat ini telah
dilindungi dan sebagian besar ternyata
ada di ambang kepunahan, seperti badak
jawa (Rhinoceros sundaicus Desmarest)
dan harimau sumatera (Panthera tigris
sumatrae Poco*ck). Menurut Bennett
(2002) dan Linkie et al. (2003), menurun-
nya populasi mamalia besar di habitat
alaminya terutama diakibatkan oleh per-
buruan. Perburuan telah menjadi ancam-
an utama karena mengakibatkan berubah-
nya kepadatan, distribusi, dan demografi
populasi mamalia. Laju penurunan terse-
but semakin cepat akibat pengurangan
luasan habitat karena pembukaan lahan
untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Untuk mengurangi laju penurunan po-
pulasi mamalia, pemerintah melalui De-
partemen Kehutanan terus mengembang-
kan berbagai program konservasi satwa-
liar, di antaranya adalah dengan mencip-
takan kawasan-kawasan konservasi baru,
seperti taman nasional. Salah satu taman
nasional yang baru ditunjuk menurut Ke-
putusan Menteri Kehutanan No. SK 126/
Menhut-II/2004 tentang Perubahan Fung-
si dan Penunjukan Hutan Lindung, Hutan
Produksi Terbatas dan Hutan Produksi
Tetap sebagai Kawasan Pelestarian Alam
dengan Fungsi Taman Nasional di Kabu-
paten Mandailing Natal, Provinsi Suma-
tera Utara adalah Taman Nasional Batang
Gadis/TNBG (Departemen Kehutanan,
2004). Kawasan TNBG diduga merupa-
kan habitat beragam jenis mamalia lang-
ka, sehingga diharapkan penunjukan
TNBG dapat menjadi habitat tersisa yang
mampu mendukung perkembangan popu-
lasi mamalia secara alami.
Penelitian ini bertujuan untuk menda-
patkan informasi mengenai keanekara-
gaman jenis, kepadatan, pola sebaran, sta-
tus, dan pengelolaan populasi mamalia
besar terestrial di TNBG. Hasil peneliti-
an ini diharapkan menjadi bahan acuan
dalam penyusunan dan pengembangkan
program konservasi satwa, khususnya ba-
gi pelestarian mamalia pada berbagai zo-
nasi di kawasan TNBG.
II. METODE PENELITIAN
A. Kondisi Umum Taman Nasional
Batang Gadis
Taman Nasional Batang Gadis
(TNBG) terletak di Kabupaten Mandai-
ling Natal, Provinsi Sumatera Utara de-
ngan luas sekitar 108.000 ha (Departe-
men Kehutanan, 2004). Secara geografis,
kawasan TNBG terletak di antara
99°12'45" sampai dengan 99°47'10" Bu-
jur Timur dan 0°27'15" sampai dengan
1°01'57" Lintang Utara. Gambaran loka-
si dan rencana zonasi kawasan TNBG
Pengelolaan Populasi Mamalia Besar…(W. Kuswanda; A. S. Mukhtar)
61
menurut Balai Konservasi Sumberdaya
Alam/KSDA Sumut II (2006) disajikan
pada Gambar 1.
Topografi kawasan TNBG adalah
berbukit dengan ketinggian antara 300
sampai 2.145 m dpl. Daerah tertinggi ter-
dapat di puncak Gunung Berapi Sorik
Merapi. Pegunungannya secara umum
berlereng agak curam sampai curam dan
didominasi oleh lereng lebih dari 40%.
Jenis tanah di kawasan TNBG didominasi
oleh jenis andosol, komplek podsolik me-
rah kuning-latosol, komplek podsolik
co*klat-podsolik-latosol, dan latosol. Jenis
tanah tersebut secara umum peka erosi,
sehingga eksistensi TNBG semakin kru-
sial sebagai pengatur tata air, pengatur ik-
lim, dan pencegah erosi (Balai KSDA Su-
mut II, 2005).
Kawasan TNBG menjadi sumber air
dari sungai dan anak sungai yang jum-
lahnya ± 1.175 buah (Ismoyo, 2004). Se-
bagian besar kawasan TNBG merupakan
daerah vulkanis aktif yang ditunjukkan
dengan adanya Gunung Api Strato Sorik
Merapi (2.145 m dpl), jenis bebatuan
yang mendominasi kawasan TNBG ada-
lah jenis batu pasir dan andesit-basal
(Perbatakusuma et al., 2004).
Menurut Balai KSDA Sumut II
(2005), ekosistem TNBG merupakan ha-
bitat bagi berbagai jenis satwaliar langka
khas Sumatera dan memiliki nilai penting
konservasi global. Beragam jenis satwa-
liar yang ditemukan di TNBG adalah ha-
rimau sumatera (Panthera tigris sumatrae
Poco*ck), kambing hutan (Naemorhedus
sumatrensis Bechstein), tapir (Tapirus in-
dicus Desmarest), beruang madu (He-
larctos malayanus Raffles), dan rusa (Cer-
vus unicolor Kerr). Beberapa jenis prima-
ta di TNBG diindikasikan memiliki varia-
si morfologi/warna yang berbeda, seperti
dari jenis Presbytis sp. dan jenis ungko
(Hylobates sp.). Menurut Conservation
International Indonesia/CII (2004), di ka-
wasan TNBG terdapat 240 jenis tumbuh-
an berpembuluh yang terdiri dari 47 suku
atau sekitar 0,9% dari flora yang ada di
Indonesia. Nilai penting jenis untuk fami-
li dari 10 famili yang paling seringkali di-
temukan menunjukkan bahwa keluarga
Dipterocarpaceae menempati urutan per-
tama sebesar 84,24%, kemudian famili
Gambar (Figure) 1. Peta penggunaan lahan dan rencana zonasi Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera
Utara (Map of land use and Batang Gadis National Park zones plan, North Sumatra)
PETA PENGGUNAAN LAHAN
DAN RENCANA ZONASI
TN. BATANG GADIS Sistem Proyeksi : UTM Zona 47N
Keterangan :
Sumber : - Peta Rupa Bumi Indonesia Skala 1 : 50.000 - Interpretasi Peta Landsystem Skala 1 : 250.000 - Peta Rencana Zonasi TNBG Skala 1 : 250.000
(Balai KSDA II Sumatera Utara, 2006) - Penafsiran Citra Landsat
Dibuat oleh : Tim Peneliti TNBG
Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli
ZONA
INTI
ZONA
INTI
ZONA
PEMANFAATAN
WISATA
ZONA
RIMBA
ZONA
PEMANFAATAN
LAIN
ZONA
PEMANFAATAN
LITBANG II
ENCLAVE
= Research area
Vol. VII No.1 : 59-74, 2010
62
Euphorbiaceae 31,97%, dan Bursera-
ceae 24,11%. Jenis-jenis Dipterocarpa-
ceae yang banyak ditemukan di antaranya
Shorea gibbosa Brandis, Dipterocarpus
palembanicus Sloot, Hopea beccariana
Burck, dan Shorea acuminata Dyer (Kar-
tawinata et al., 2004).
B. Obyek dan Waktu Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah
mamalia terestrial berukuran besar yang
terdapat di kawasan TNBG. Waktu pene-
litian dilaksanakan selama dua tahun, ya-
itu tahun 2006 sampai dengan 2007.
C. Prosedur Pengumpulan Data
1. Persebaran Plot Penelitian
Lokasi plot penelitian dipilih secara
stratifikasi berdasarkan rencana peruntuk-
an (masih dalam tahap proses pengusulan
oleh pihak Balai TNBG) zonasi menurut
Balai KSDA Sumut II (2006). Pada seti-
ap peruntukan zonasi, plot penelitian di-
tempatkan secara acak pada berbagai ke-
tinggian tempat dari permukaan laut dan
tipe habitat yang berbeda, sehingga dapat
mewakili keragaman dan persebaran seti-
ap jenis satwaliar. Secara keseluruhan
plot penelitian dibuat seluas 35 ha, yaitu
sebanyak tujuh plot dengan masing-ma-
sing plot seluas lima ha. Pengukuran ke-
tinggian pada setiap plot penelitian meng-
gunakan GPS (global position system).
Persebaran lokasi plot penelitian me-
liputi: 1) peruntukan zona inti sebanyak
dua plot, yaitu di bagian utara pada hutan
primer sub-pegunungan (ketinggian 985
m dpl) dan di bagian selatan pada hutan
primer pegunungan (1.574 m dpl); 2) per-
untukan zona rimba sebanyak empat plot,
yaitu hutan primer sub-pegunungan (905
m dpl), hutan primer pegunungan (1.192
m dpl), hutan sekunder (624 m dpl), dan
lahan kritis (825 m dpl); dan 3) perun-
tukan zona pemanfaatan sebanyak satu
plot, yaitu pada hutan sekunder (1.428 m
dpl). Gambaran penempatan lokasi pene-
litian seperti pada Gambar 1.
2. Pengamatan Populasi Mamalia
Jenis mamalia yang diamati dalam
penelitian ini dibatasi pada mamalia besar
terestrial/ukuran badan dewasa lebih dari
lima kg. Hal ini karena jenis satwa terse-
but sebagaian besar mengindikasikan ke-
aslian habitat, mudah ditemukan dan/atau
mudah untuk diidentifikasi. Pengamatan
dilakukan dengan menggunakan metode
transek berpetak merujuk pada Santosa
(1993). Transek pengamatan pada setiap
lokasi penelitian dibuat sepanjang 500 m
dan lebar kiri-kanan transek 50 m, de-
ngan arah jalur memotong kontur.
Pencatatan data dilakukan di sepan-
jang transek terhadap setiap jenis/obyek
satwa yang terdapat di dalam plot pada
waktu pengamatan, baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui identifi-
kasi jejak kaki, sarang, bulu, bekas ma-
kanan, bekas cakaran, dan/atau bekas ko-
toran. Untuk menghindari kemungkinan
double counting, pada satwa yang dite-
mukan secara langsung diamati pula peri-
laku dan arah pergerakan satwa, sedang-
kan dalam identifikasi tidak langsung di-
catat pula perbedaan jumlah dan ukuran
jejak/sarang per lokasi ditemukan, jarak
antara jejak/sarang ditemukan, dan duga-
an arah pergerakan satwa.
Data yang dikumpulkan meliputi na-
ma jenis, ukuran, umur, jarak dan/atau
jumlah jejak/tanda lainnya, dan jumlah
individu per jenis. Panduan untuk mem-
bantu dalam identifikasi jenis satwa ada-
lah buku panduan lapangan mamalia
(Payne et al., 2000) dan pengenalan jejak
mamalia menurut buku panduan jejak
(van Strien, 1983). Semua data dicatat da-
lam tally sheet pengamatan, semua jenis
yang teridentifikasi, selanjutnya dicari in-
formasi status konservasinya menurut
Departemen Kehutanan (1999), status
perdagangannya menurut Appendix
CITES (Convention on International
Trade of Endangered Species), dan status
kelangkaannya menurut Red List IUCN
(International Union for Conservation of
Nature and natural Resources).
Pengelolaan Populasi Mamalia Besar…(W. Kuswanda; A. S. Mukhtar)
63
D. Analisis Data
Persamaan yang digunakan dalam
analisis data, sebagai berikut:
1. Keanekaragaman Jenis
Untuk mengetahui keanekaragaman
jenis mamalia menggunakan rumus Shan-
non & Weaver (1949) dalam Ludwig &
Reynolds (1988), sebagai berikut:
N
inLn
N
inH ' …………………….……(1)
Keterangan:
H ' = Indeks keanekaragaman maksimal Shannon
& Weaver (1949)
ni = Jumlah individu jenis ke-i yang ditemukan
pada plot penelitian (individu)
N = Jumlah individu dari semua jenis yang dite-
mukan pada plot penelitian (individu)
2. Kepadatan Satwa
Analisis kepadatan satwa mengguna-
kan persamaan Santosa (1993) dengan ta-
hapan sebagai berikut:
a. Dugaan kepadatan jenis satwa ke-j pa-
da pada plot ke-j (Dj)
(Dj) =
jumlah individu
jenis ke-j (individu) ………(2)
luas total transek
penelitian pada plot
ke-j (ha)
b. Dugaan kepadatan rata-rata populasi
mamalia di TNBG ( kD )
jn
n
jjD
kD
1
........................................(3)
Keterangan:
nj = Jumlah plot contoh penelitian (plot)
3. Pola Persebaran
Analisis data untuk mengetahui pola
persebaran jenis-jenis mamalia menggu-
nakan persamaan menurut Ludwig &
Reynold (1988), berdasarkan pendekatan
indeks penyebaran (IP), yaitu:
XSIP /2……………………………….(4)
1
/22
2
in
iniXiXS
Keterangan:
s2
= Keragaman jenis mamalia
X = Rata-rata jumlah mamalia dalam plot pene-
litian
n = Jumlah plot/unit contoh penelitian
Untuk menentukan bentuk pola sebar-
annya digunakan uji Chi-Square dengan
persamaan sebagai berikut:
12 nIP ……………………………..(6)
Keterangan:
n = Jumlah plot contoh (plot)
Kriteria uji yang digunakan, adalah:
1. Jika 2
≤ 2
0,975, termasuk pola se-
baran seragam (uniform)
2. Jika 2
0,975 2
2
0,025, termasuk
pola sebaran acak (random)
3. Jika 2
2
0,025, termasuk pola se-
baran kelompok (clumped)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keanekaragaman Jenis
Jenis mamalia terestrial yang teriden-
tifikasi dalam plot penelitian seluas 35 ha
(yang tersebar dalam tujuh lokasi pene-
litian seperti pada Gambar 1) adalah se-
banyak 19 jenis. Tujuh plot penelitian ter-
sebut, lokasi yang memiliki jenis mama-
lia terestrial tertinggi adalah di zona inti
bagian utara pada hutan primer sub pegu-
nungan (ketinggian antara 900- 1.200 m
dpl) sebanyak 16 jenis dan yang terendah
di hutan pegunungan (ketinggian di atas
1.400 m dpl), baik pada peruntukkan zo-
na inti, zona rimba maupun zona peman-
faatan, yaitu hanya 5-6 jenis. Berdasarkan
hasil analisis indeks keanekaragaman je-
nis maksimal diperoleh bahwa keanekara-
gaman jenis mamalia tertinggi ditemukan
pada tipe habitat hutan primer sub pe-
gunungan pada zona inti maupun zona
rimba, yaitu sebesar 1,96 dan 1,94 dan
yang terendah di hutan sekunder pegu-
nungan pada zona pemanfaatan sebesar
1,19.
Keanekaragam jenis mamalia pada
hutan primer sub pegunungan cukup …………….(5)
Vol. VII No.1 : 59-74, 2010
64
tinggi, karena jenis dan jumlah mamalia
yang berhasil ditemukan cukup banyak.
Hal tersebut dimungkinkan karena pada
daerah sub pegunungan terdapat beragam
jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan
sebagai variasi sumber pakan dan pohon
pelindung. Sebagai contoh, pada hutan
primer sub pegunungan di zona inti dite-
mukan sedikitnya 71 jenis tumbuhan, se-
perti dari famili Dipterocarpaceae dan
Moraceae (Kuswanda et al., 2007) yang
dapat menjadi sumber pakan bagi jenis
mamalia herbivora (pemakan daun, biji,
dan buah), seperti rusa (Cervus unicolor)
dan babi (Sus scrofa), sehingga kepadat-
annya relatif tinggi (Lampiran 1).
Kelimpahan mamalia herbivora ini
tentunya akan mendorong mamalia karni-
vora untuk memanfaatkan habitat tersebut
sebagai daerah buruan/mencari makan,
seperti harimau sumatera (Panthera tigris
sumatrae). Menurut Davies et al. (2001),
satwa karivora akan bergerak/berpindah
pada habitat yang kepadatan jenis pema-
kan tumbuhan (herbivora) cukup melim-
pah karena satwa karnivora tingkat atas
akan memperoleh manfaat dari mening-
katnya kepadatan jenis satwa pemakan
tumbuhan sebagai sumber makanannya.
Hasil analisis keanekaragaman jenis ma-
malia pada setiap lokasi penelitian disaji-
kan pada Gambar 2.
Keragaman jenis mamalia yang relatif
tinggi ditemukan pula pada hutan sekun-
der dan lahan kritis yang ditumbuhi oleh
semak belukar dan rerumputan pada zona
rimba, lebih tinggi dibandingkan pada hu-
tan primer pegunungan. Hasil ini menun-
jukkan bahwa hutan sekunder dan seba-
gian lahan kritis dataran rendah (ketinggi-
an antara 500-900 m dpl) di TNBG meru-
pakan bagian habitat yang disukai, jalur
lintasan, dan daerah jelajah mamalia. Hal
ini karena beberapa jenis mamalia cukup
toleran terhadap intensitas kerusakan hu-
tan yang rendah akibat penebangan, se-
perti kijang (Muntiacus muntjak), rusa
(C. unicolor), dan pelanduk napu (Tragu-
lus napu).
Menurut Payne et al. (2000), banyak
spesies mamalia mampu bertahan hidup
di habitat yang berubah-ubah dan sering
mudah terlihat di hutan yang baru dite-
bang, hutan sekunder, dan perkebunan
yang komposisi tumbuhannya lebih ja-
rang. Bahkan kawasan pinggiran hutan
yang berbatasan dengan perkebunan atau
lahan pertanian penduduk sering memi-
liki keragaman mamalia yang relatif lebih
tinggi. Begitu pula menurut Johns (1997)
Gambar (Figure) 2. Indeks keanekaragaman jenis mamalia terestrial besar di TNBG, Sumatera Utara
(Diversity indices of big terrestrial mammals in Batang Gadis National Park, North
Sumatra)
Keterangan (Remark):
ZI = Zona inti (Sanctuary zone), ZR = Zona rimba (Wilderness zone), ZP = Zona pemanfaatan (Use zone),
HPSP = Hutan primer sub-pegunungan (Sub montana primer forest), HPP = Hutan primer pegunungan
(Montana primer forest), HS = Hutan sekunder (Secondary forest), LK = Lahan kritis (Degradation land)
1,96
1,31
1,94
1,42 1,56
1,85
1,19
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
HPSP HPP HPSP HPP HS LK HS
ZI ZR ZP
Kea
nek
arag
aman
jen
is
(Div
ersi
ty i
nd
ices
)
Pengelolaan Populasi Mamalia Besar…(W. Kuswanda; A. S. Mukhtar)
65
bahwa jenis Tragulus sp. lebih sering di-
jumpai di hutan bekas tebangan diban-
dingkan di hutan klimaks di sem*nan-
jung Malaya. Davies et al., 2001 menye-
butkan pula bahwa pemakan rumput
(greazer), seperti rusa sering memanfaat-
kan jalan bekas penebangan sebagai da-
erah alternatif pencarian makan serta ko-
ridor antar hutan yang disukai.
B. Populasi
Kepadatan mamalia di kawasan
TNBG dianalisis berdasarkan nilai rata-
rata kepadatan pada setiap lokasi dibagi
jumlah unit habitat yang menjadi contoh
penelitian. Hasil analisis pendugaan rata-
rata kepadatan dari hasil pengamatan pa-
da plot penelitian seluas 35 ha disajikan
pada Tabel 1 dan selengkapnya pada
Lampiran 1.
Dari Tabel 1 satwa mamalia yang me-
miliki kepadatan tertinggi adalah babi (S.
scrofa) sebesar 0,74 ind./ha dan yang te-
rendah adalah musang (M. flavigula) dan
kancil (T. javanicus) sebesar 0,03 ind./ha.
Babi merupakan jenis mamalia yang
hampir ditemukan di setiap lokasi plot
penelitian dengan kepadatan tertinggi di-
temukan pada hutan primer sub pegu-
nungan pada zona inti sebesar 1,4 ind./ha.
Selain babi, jenis satwa herbivora yang
ditemukan hampir di setiap plot peneliti-
an adalah kambing hutan (N. sumatraen-
sis) dengan kepadatan sebesar 0,17 ind./
ha, beruang madu (H. malayanus) sebesar
0,2 ind./ha, dan tapir (T. indicus) sebesar
0,1 ind./ha.
Kambing hutan, beruang madu, dan
tapir merupakan jenis satwa yang terma-
suk kategori terancam punah (IUCN,
2008). Kehilangan habitat hutan primer,
gangguan manusia, dan perdagangan ille-
gal telah mengakibatkan berkurangnya
populasi satwa tersebut, terutama beruang
madu (Augeri, 2002). Lebih lanjut Auge-
ri (2003) menyatakan bahwa kegiatan pe-
nebangan telah mempengaruhi pengguna-
an habitat, pola pencarian makan, dan
Tabel (Table) 1. Kepadatan rata-rata populasi mamalia terestial besar di TNBG, Sumatera Utara (Averages
density of big terrestrial mammals in Batang Gadis National Park, North Sumatra)
Sumber (Sources): Kuswanda et al. (2006) dan Kuswanda et al. (2007)
No Nama ilmiah
(Scientific name)
Nama lokal
(Local name)
Famili
(Family)
Kepadatan rata-rata
(Averages density)
(individual/ha)
1 Arctictis binturong Raffles, 1821 Bintorung Viverridae 0,09
2 Catopuma temminckii Vigors &
Horsfield, 1827
Kucing emas Felidae 0,06
3 Rusa unicolor Kerr, 1792 Rusa sambar Cervidae 0,43
4 Cuon alpinus Pallas, 1811 Ajak Canidae 0,09
5 Helarctos malayanus Raffles, 1821 Beruang madu Ursidae 0,20
6 Hystrix brachyura Linnaeus, 1758 Landak Hystricidae 0,20
7 Manis javanica Desmarest, 1822 Trenggiling Manidae 0,23
8 Martes flavigula Boddaert, 1785 Musang kuning Mustelidae 0,03
9 Muntiacus muntjak Zimmermann, 1780 Kijang Cervidae 0,06
10 Naemorhedus sumatraensis Bechstein,
1799
Kambing hutan Bovidae 0,17
11 Neofelis nebulosa Griffith 1821 Macan dahan Felidae 0,09
12 Panthera tigris sumatrae Poco*ck, 1929 Harimau sumatera Felidae 0,06
13 Ratufa affinis Raffles, 1821 Jelarang Sciuridae 0,23
14 Sus scrofa Linnaeus,1758 Babi Suidae 0,74
15 Tapirus indicus Desmarest, 1819 Tapir Tapiridae 0,09
16 Tragulus javanicus Osbeck, 1765 Pelanduk kancil Tragulidae 0,03
17 Tragulus napu F. Cuvier, 1822 Napu Tragulidae 0,14
18 Unidentified A Musang A Mustelidae 0,06
19 Unidentified B Musang B Mustelidae 0,06
Vol. VII No.1 : 59-74, 2010
66
kemampuan bertahan (persistensi) bagi
beruang madu. Kelimpahan beruang ma-
du tertinggi sering ditemukan pada habi-
tat hutan yang sedikit atau sama sekali ti-
dak ada gangguan manusianya.
Harimau sumatera (P. tigris suma-
trae) sebagai jenis satwa yang kritis ter-
ancam punah menurut IUCN (2008) me-
miliki kepadatan sekitar 0,06 ind./ha. Po-
pulasi harimau sumatera di alam diperki-
rakan tinggal sekitar 500 ekor. Perburuan
dan kehilangan habitat serta berkurang-
nya hewan mangsa merupakan penyebab
utama semakin berkurangnya populasi
harimau sumatera. Sebagai satwa karni-
vora, perkembangan populasi harimau sa-
ngat bergantung dari kelimpahan mangsa-
nya. Jenis mangsa harimau adalah jenis
rusa, babi, anak gajah, monyet, burung,
reptil, dan ikan. Keberadaan harimau di
TNBG membuktikan bahwa TNBG me-
rupakan habitat tersisa bagi satwa langka
yang kualitas dan luasannya harus diles-
tarikan (Yunus, 2005).
C. Pola Persebaran
Menurut Alikodra (1990), pola perse-
baran bagi satwaliar merupakan strategi
untuk mempertahankan kelangsungan hi-
dupnya. Pola persebaran suatu jenis satwa
dapat ditelaah secara horizontal maupun
vertikal, yang dapat berbentuk acak, se-
ragam atau mengelompok. Menurut Ta-
rumingkeng (1994), pola sebaran spasial
horizontal dapat ditentukan berdasarkan
jumlah individu/contoh yang ditemukan
pada suatu luasan dan waktu tertentu se-
dangkan pola sebaran spasial vertikal da-
pat ditentukan berdasarkan letak posisi
ketinggian satwa dari permukaan tanah.
Dalam penelitian ini, pola sebaran ma-
malia teresterial yang dianalisis hanya
pola sebaran horizontal, yaitu berdasar-
kan jumlah individu setiap jenis yang ter-
identifikasi dalam setiap plot penelitian.
Hasil analisis pola sebaran horizontal se-
tiap jenis mamalia besar teresterial di
TNBG disajikan pada Tabel 2.
Berdasarkan hasil analisis Chi-square
seperti pada Tabel 2, secara umum pola
sebaran horizontal mamalia terestrial di
TNBG adalah berbentuk acak, artinya
bahwa 2
hitung berada di antara 20,975 dan
2
0,025, kecuali trenggiling (M. javanica)
berbentuk kelompok. Pola sebaran hori-
zontal satwa secara acak menunjukkan
bahwa kawasan TNBG memiliki hom*o-
genitas/kesamaan habitat untuk mendu-
kung kehidupan mamalia terestrial. Hal
ini berarti ketersediaan pakan, pohon pe-
lindung, dan/atau sumber air di TNBG
tersebar secara merata (tidak terfokus pa-
da suatu wilayah). Selain itu, persebaran
satwa secara acak dimungkinkan pula un-
tuk menghindari terjadinya persaingan
dengan individu/kelompok lainnya (inter
spesies) atau dengan jenis lain yang me-
ngonsumsi sumber makanan yang sama
(antar spesies) dan/atau menghindar dari
serangan predator karena satwa yang me-
ngelompok cenderung lebih mudah dide-
teksi oleh predator atau pemburu satwa.
D. Status dan Pelestarian Mamalia di
TNBG
Status konservasi dari 19 jenis mama-
lia terestrial yang ditemukan pada waktu
penelitian adalah 15 jenis termasuk ma-
malia yang dilindungi menurut Departe-
men Kehutanan (1999) dan 10 jenis ter-
masuk dalam Appendix CITES, yaitu
enam jenis termasuk Appendix I, tiga je-
nis Appendix II, dan satu jenis termasuk
Appendix III. Adapun status kelangkaan
menurut IUCN (2008) adalah satu jenis
satwa termasuk kategori kritis punah (cri-
tically endangered) yaitu harimau suma-
tera, tiga jenis termasuk terancam punah
(endangered), tiga jenis termasuk rentan
(vulnerable), dan masing-masing satu je-
nis termasuk kategori belum terancam
(least concern), kurang data (data defici-
ent), dan resiko rendah (lower risk). In-
formasi status konservasi/perlindungan
setiap jenis selengkapnya disajikan pada
Lampiran 2.
Pengelolaan Populasi Mamalia Besar…(W. Kuswanda; A. S. Mukhtar)
67
Tabel (Table) 2. Pola sebaran horizontal mamalia besar terestrial di TNBG, Sumatera Utara (Horizontal
distribution patters of terrestrial big mammals in Batang Gadis National Park, North
Sumatra)
No Nama ilmiah
(Scientific name)
Populasi (Population) Nilai (Value X2 )
Tabel (Table) Indeks pe-
nyebaran
(Distribu-
tion index)
Nilai
(Value
X2 )
Hitung
(Statistic)
Pola
penyebaran
(Distribution
patter) Rata-rata
(Mean)
Keragaman
(Variation) X2
(0.975) X2(0.025)
1 Arctictis binturong
Raffles, 1821
0,4 0,29 1,237 14,449 0,667 4,000 Acak
(Random)
2 Catopuma
temminckii Vigors
& Horsfield, 1827
0,3 0,24 1,237 14,449 0,833 5,000 Acak
(Random)
3 Cervus unicolor
Kerr, 1792
2,1 4,14 1,237 14,449 1,933 11,600 Acak
(Random)
4 Cuon alpinus
Pallas, 1811
0,4 0,62 1,237 14,449 1,444 8,667 Acak
(Random)
5 Helarchos
malayanus Raffles,
1821
1,0 1,00 1,237 14,449 1,000 6,000 Acak
(Random)
6 Hystrix brachyura
Linnaeus, 1758
1,0 2,00 1,237 14,449 2,000 12,000 Acak
(Random)
7 Manis javanica
Desmarest, 1822
1,1 3,48 1,237 14,449 3,042 18,250 Kelompok
(Clumped)
8 Martes flavigula
Boddaert, 1785
0,1 0,14 1,237 14,449 1,000 6,000 Acak
(Random)
9 Muntiacus muntjak
Zimmermann,
1780
0,3 0,57 1,237 14,449 2,000 12,000 Acak
(Random)
10 Naemorhedus
sumatraensis
Bechstein, 1799
0,9 0,81 1,237 14,449 0,944 5,667 Acak
(Random)
11 Neofelis nebulosa
Griffith 1821
0,4 0,29 1,237 14,449 0,667 4,000 Acak
(Random)
12 Panthera tigris
sumatrae Poco*ck,
1929
0,3 0,24 1,237 14,449 0,833 5,000 Acak
(Random)
13 Ratufa affinis
Raffles, 1821
1,1 1,14 1,237 14,449 1,000 6,000 Acak
(Random)
14 Sus scrofa
Linnaeus,1758
3,7 3,24 1,237 14,449 0,872 5,231 Acak
(Random)
15 Tapirus indicus
Desmarest, 1819
0,4 0,62 1,237 14,449 1,444 8,667 Acak
(Random)
16 Tragulus javanicus
Osbeck, 1765
0,1 0,14 1,237 14,449 1,000 6,000 Acak
(Random)
17 Tragulus napu F.
Cuvier, 1822
0,7 0,57 1,237 14,449 0,800 4,800 Acak
(Random)
18 Unidentified A 0,3 0,24 1,237 14,449 0,833 5,000 Acak
(Random)
19 Unidentified B 0,3 0,24 1,237 14,449 0,833 5,000 Acak
(Random)
Sumber (Sources): Kuswanda et al. (2006) dan Kuswanda et al. (2007)
Hasil ini membuktikan bahwa kawas-
an TNBG merupakan habitat beragam je-
nis mamalia endemik Sumatera, dilin-
dungi, dan langka. Sembilan jenis yang
ditemukan sudah termasuk ketegori ren-
tan sampai kritis punah menurut Red List
IUCN (2008), seperti kambing hutan (N.
sumatraensis) dan macan dahan (N. ne-
bulosa). Selain itu, menurut Balai KSDA
Sumut II (2006), kawasan TNBG yang
terletak pada bagian Bukit Barisan meru-
pakan hutan hujan tropis alami yang men-
dukung terbentuknya koridor biodiversi-
tas Sumatera. Koridor biodiversitas ini
tentunya akan membantu dalam upaya
penyelamatan jenis satwa langka untuk
dapat berkembang biak, bergerak, dan
menjaga dari terisolasinya suatu populasi.
Vol. VII No.1 : 59-74, 2010
68
Namun saat ini, kawasan TNBG ma-
sih mendapat ancaman yang dapat meru-
sak keutuhan dan kestabilan kawasan.
Hasil pengamatan di lapangan banyak
menemukan berbagai aktivitas manusia,
seperti pembukaan lahan di bagian utara
(daerah Siabu) untuk dijadikan lahan per-
kebunan, pencurian kayu dan perburuan
satwa sampai memasuki peruntukan zona
rimba. Padahal kawasan tersebut menjadi
bagian habitat harimau sumatera dan sat-
wa terancam lainnya. Begitu pula, dilihat
dari aspek manajemen, sebagai taman na-
sional baru pengelolaan TNBG belum di-
lakukan secara optimal, termasuk dalam
pembinaan habitat dan populasi satwa
langka dan dilindungi.
Melihat pentingnya peranan kawasan
TNBG sebagai habitat dan koridor satwa
mamalia terancam punah, maka keber-
adaan TNBG harus dilestarikan. Berbagai
strategi perlu disusun sebagai bahan acu-
an bagi Balai TNBG maupun Balai Ta-
man Nasional lainnya yang memiliki ka-
rakteristik dan potensi satwa, fungsi, dan
permasalahan yang sama, sehingga dapat
dikelola lebih konprehensif. Beberapa al-
ternatif strategi dan program yang diusul-
kan dalam rangka pelestarian habitat dan
populasi mamalia terestrial adalah seba-
gai berikut:
1. Pengaturan Jumlah Populasi
Berdasarkan hasil analisis keanekara-
gaman jenis total (H’ total) dari setiap je-
nis mamalia terestrial di TNBG terdapat
perbedaan nilai indeks keanekaragaman
yang cukup berbeda. Sebagai contoh, H’
total untuk babi dan rusa sebesar 2,16 dan
1,42 sedangkan untuk harimau sumatera
dan musang kuning hanya sebesar 0,21
dan 0,08. Hal ini mengindikasikan terda-
pat perbedaan jumlah individu dari setiap
jenis yang ditemukan, yang berarti terda-
pat jenis mamalia yang populasinya cu-
kup melimpah, seperti babi dan terdapat
jenis yang populasinya sangat rendah, se-
perti harimau sumatera.
Pengaturan jumlah populasi sangat
penting, karena meledaknya suatu popu-
lasi atau penurunan jumlah suatu spesies
akan berpengaruh terhadap spesies lain-
nya, sehingga dapat mengganggu keseim-
bangan ekosistem atau menyebabkan ti-
dak tercapainya tujuan pengelolaan (Ali-
kodra, 1997). Salah satu jenis yang cukup
melimpah dan telah menjadi sumber ha-
ma oleh sebagian masyarakat karena se-
ring memakan tanaman pertanian adalah
babi. Babi ditemukan di setiap lokasi pe-
nelitian termasuk pada lahan masyarakat
di daerah penyangga TNBG, sehingga
menjadi ancaman dan sumber konflik de-
ngan masyarakat. Pengurangan populasi
babi dapat dilakukan untuk tujuan penja-
rangan dengan cara diburu atau menggu-
nakan perangkap (jerat), terutama pada
populasi yang telah menyebar ke ladang
masyarakat dan/atau di peruntukan zona
pemanfaatan.
Sebaliknya, pengaturan populasi juga
perlu dilakukan pada jenis satwa yang
populasinya sangat kecil, seperti harimau
sumatera dan kucing emas (C. temmin-
ckii). Untuk meningkatkan populasi yang
kecil diperlukan program dan rencana pe-
ngelolaan khusus. Sebagai contoh, prog-
ram yang dapat dikembangkan untuk me-
ningkatkan populasi harimau sumatera di
TNBG di antaranya adalah melalui pen-
cegahan dan penegakan hukum pada
pemburu satwa, pemantauan populasi se-
cara berkala, dan pembinaan habitat bagi
satwa mangsa (mamalia herbivora).
2. Memelihara Kesinambungan Ha-
bitat
Habitat yang luas dan berkesinam-
bungan serta tidak ada gangguan sangat
penting untuk membantu perkembangan
populasi mamalia terestrial. Mamalia te-
restial yang berukuran besar pada umum-
nya merupakan satwa yang membutuhkan
wilayah jelajah yang luas, sebagai contoh
beruang madu (H. malayanus) membu-
tuhkan wilayah jelajah antara 12-15 km2
(Augeri, 2002) dan napu (T. napu) pada
hutan primer membutuhkan areal jelajah
sekitar tujuh ha (Ahmad, 1994). Untuk
itu, habitat yang berkesinambungan
Pengelolaan Populasi Mamalia Besar…(W. Kuswanda; A. S. Mukhtar)
69
sangat penting untuk mendukung pertum-
buhan populasi mamalia.
Program yang dapat dikembangkan
dalam memelihara kesinambungan habi-
tat di antaranya adalah dengan memulih-
kan habitat yang telah rusak melalui pe-
nanaman kembali jenis asli, terutama pa-
da daerah peruntukan zona rimba di Wi-
layah Seksi Pengelolaan Siabu dan pem-
buatan koridor berupa lorong/jalan di ba-
wah tanah sebagai jalur lintasan bagi ha-
rimau atau kambing hutan pada daerah
yang rawan atau bekas lahan olahan ma-
syarakat.
3. Mempertahankan Keragaman Tipe
Ekosistem
Berbagai jenis mamalia terestrial
mengakses sumber pakan dan mengguna-
kan habitat yang berbeda. Beberapa jenis
mamalia memang hanya mampu berkem-
bang secara normal pada habitat hutan
primer seperti tapir (T. indicus), tetapi ti-
dak sedikit pula mamalia yang menggu-
nakan habitat sekunder, semak belukar,
dan/atau padang rumput sebagai lokasi
pencarian makan, lokasi berkembang bi-
ak dan aktivitas sosial lainnya, seperti ru-
sa (C. unicolor) dan jenis Tragulus sp.
(Meijaard et al., 2006).
Dalam konteks pelestarian mamalia,
tipe penggunaan lahan yang ada saat ini
di TNBG seperti dalam Gambar 1 harus
dipertahankan. Oleh karena beragam tipe
ekosistem yang ada di TNBG dapat men-
jadi pilihan habitat bagi berbagai jenis
mamalia, terutama kelompok herbivora.
Bahkan untuk lebih mendukung perkem-
bangan populasi satwa grazer (pemakan
rumput), seperti rusa yang dapat menjadi
mangsa harimau atau macan (Neofelis
sp.) dapat dilakukan manipulasi habitat
berupa perluasan habitat padang rumput
di TNBG. Pembuatan padang rumput da-
pat menjadi bagian dalam program
pengayaan lahan kritis atau bekas areal
olahan masyarakat yang terdapat pada zo-
na rimba atau zona pemanfaatan.
4. Minimalisasi Aktivitas Gangguan
dan Interaksi Masyarakat di Dalam
Kawasan
Satwa mamalia terestrial pada dasar-
nya merupakan jenis satwa yang sangat
sensitif terhadap gangguan dan kehadiran
manusia, meskipun terindikasi sebagian
jenis mamalia telah beradaptasi untuk
mencari makan pada habitat bekas te-
bangan/hutan sekunder, hutan yang rusak
atau berdekatan dengan pemukiman ma-
nusia. Hal ini karena untuk mempertahan-
kan hidup akibat terbatasnya akses men-
dapat makanan pada habitat yang lebih
aman, menghindari terjadinya persaingan
ruang atau menghindari pemangsa (Auge-
ri, 2003).
Aktivitas dan interaksi masyarakat ke
dalam TNBG saat ini masih cukup tinggi,
baik untuk mengambil kayu, getah, kulit
kayu maupun berburu satwa. Untuk me-
nanggulangi permasalahan ini tentunya
membutuhkan waktu dan dana yang tidak
sedikit karena masyarakat sekitar kawas-
an masih memiliki ketergantungan yang
tinggi akan sumberdaya hutan dari dalam
taman nasional. Namun, berbagai prog-
ram untuk mengurangi ketergantungan
tersebut bagaimana pun harus dimulai
sebagai bagian progran pelestarian ma-
malia, terutama jenis terancam punah
yang sangat sensitif terhadap manusia.
Program yang diusulkan dimulai dengan
melakukan penataan batas sebagai bukti
adanya kawasan TNBG, memfokuskan
areal pemanfaatan hasil hutan non kayu
pada zona pemanfaatan, sosialisasi dan
pembuatan papan pelarangan perburuan
satwa di taman nasional sampai penerap-
an program pengembangan daerah pe-
nyangga, seperti penciptaan dan bantuan
usaha alternatif bagi masyarakat desa.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Jenis mamalia besar terestrial yang
teridentifikasi pada plot seluas 35 ha
sebanyak 19 jenis dengan indeks
Vol. VII No.1 : 59-74, 2010
70
keanekaragaman jenis tertinggi dite-
mukan pada tipe habitat hutan primer
sub pegunungan pada zona inti bagian
utara Taman Nasiona Batang Gadis
(TNBG), Sumatera Utara sebesar 1,96
dan yang terendah pada hutan sekun-
der pegunungan pada zona pemanfa-
atan sebesar 1,19.
2. Jenis satwa yang memiliki kepadatan
rata-rata tertinggi adalah babi (Sus
scrofa Linnaeus) sebesar 0,74 indivi-
du/ha dan yang terendah adalah mu-
sang (Martes flavigula Boddaert) se-
besar 0,03 individu/ha. Harimau su-
matera (Panthera tigris sumatrae Po-
co*ck) sebagai satwa kritis terancam
punah memiliki kepadatan sekitar
0,06 individu/ha.
3. Pola sebaran horizontal secara umum
berbentuk acak, berarti kawasan
TNBG memiliki hom*ogenitas/kesa-
maan habitat (ketersediaan pakan, po-
hon pelindung, dan/atau sumber air
tersebar secara merata) atau individu/
kelompok satwa berpencar untuk
menghindari persaingan dan serangan
predator terutama pemburu satwa.
4. Lima belas jenis mamalia yang dite-
mukan termasuk satwa dilindungi da-
lam Departemen Kehutanan (1999),
10 jenis termasuk dalam Appendix
CITES (2008). Berdasarkan status ke-
langkaan menurut IUCN (2008) ada-
lah satu jenis termasuk kategori kritis
punah (critically endangered) yaitu
Panthera tigris sumatrae Poco*ck, tiga
jenis termasuk terancam punah (en-
dangered) yaitu Martes flavigula
(Boddaert), Naemorhedus sumatraen-
sis (Bechstein), dan Tapirus indicus
(Desmarest), tiga jenis termasuk ren-
tan (vulnerable) yaitu Arctictis bintu-
rong (Raffles), Catopuma temminckii
(Vigors & Horsfield), dan Cuon alpi-
nus (Pallas), dan masing-masing satu
jenis termasuk belum terancam (least
concern) yaitu Hystrix brachyura
Linnaeus, kurang data (data deficient)
yaitu Helarctos malayanus (Raffles),
dan resiko rendah (lower risk) yaitu
Manis javanica Desmarest.
5. Strategi yang dapat dikembangkan
dalam pelestarian mamalia besar te-
restrial di TNBG di antaranya adalah
pengaturan jumlah populasi, baik je-
nis yang populasinya cukup melim-
pah atau sangat kecil, memelihara ke-
sinambungan habitat untuk memper-
luas wilayah jelajah, mempertahan-
kan keragaman tipe ekosistem, se-
hingga terdapat pilihan habitat yang
coco*k bagi berbagai jenis dan mini-
malisasi aktivitas gangguan dan inter-
aksi masyarakat di dalam kawasan.
B. Saran
1. Balai TNBG Sumatera Utara diharap-
kan dapat menetapkan ‘spesies kunci’
yang dapat menjadi kunci pelestarian
mamalia besar terestrial. Jenis satwa
yang disarankan adalah harimau su-
matera karena dalam pelestarian hari-
mau akan mencakup pelestarian jenis
lainnya, terutama mamalia herbivora.
2. Habitat satwa yang termasuk tingkat
kelangkaan rentan sampai kritis teran-
cam punah menurut IUCN (2008) da-
pat diprioritaskan untuk peruntukan
wilayah zona inti.
3. Lahan kritis berupa areal semak belu-
kar, terutama di wilayah pengelolaan
Seksi Siabu sebaiknya dapat dijadikan
padang rumput minimal seluas dua ha
untuk lebih mendukung perkembang-
an mamalia grazer, sehingga dapat
mendorong peningkatan populasi ma-
malia karnivora.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih disampaikan ke-
pada Kepala Balai TNBG dan staf atas
saran dan bantuannya dalam pengambilan
data di lapangan dan peneliti BPK Aek
Nauli yang telah memberikan koreksi dan
perbaikan terhadap tulisan ini.
Pengelolaan Populasi Mamalia Besar…(W. Kuswanda; A. S. Mukhtar)
71
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A. H. 1994. The Ecology of
Mousedeer (Tragulus species) in a
Bornean Rain Forest, Sabah, Ma-
laysia. MSc thesis. University of
Aberdeen, U.K.
Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa-
liar Jilid I. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Jende-
ral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayati. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Alikodra, H.S. 1997. Pengelolaan Sat-
waliar dalam Rangka Memperta-
hankan Keanekaragaman Hayati
Indonesia. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Augeri, D. M. 2002. Effects on Sun Bear
(Helarctos malayanus) Habitat Se-
lection, Ecology and Landscape
Use. Paper Presented at the Inter-
national Bear Association Annual
Meeting 2002, Steibkjer, Norway.
Augeri, D. M. 2003. Conservation of the
Malayan Sun Bear (Helarctos mala-
yanus) in Indonesia: Mitigating Po-
tential Bear/Human Conflicts and
Disturbance Effects on Sun Bear
Ecology and Landscape Use. Un-
published Report for the Indonesia
Institute of Sciences.
Balai KSDA II Sumatera Utara. 2005.
Rencana Pengelolaan Taman Na-
sional Batang Gadis, Kabupaten
Mandailing Natal Provinsi Suma-
tera Utara 2006-2025. Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam. Medan.
Balai KSDA II Sumatera Utara. 2006.
Zonasi Taman Nasional Batang Ga-
dis. Direktorat Jenderal Perlindung-
an Hutan dan Konservasi Alam.
Medan.
Bennett, E. L. 2002. Is There a Link
Between Wild Meat and Food Se-
curity. Conservation Biology 16:
590-592.
Conservation International Indonesia.
2004. Keanekaragaman Jenis Ma-
malia dan Burung di Kawasan Ta-
man Nasional Batang Gadis. Lapor-
an Teknik Northern Sumatra Corri-
dor Program. Medan.
Davies, G., M. Heydon, N. Leader-
Williams, J. MacKinnon, dan H.
Newing. 2001. The Effects of Log-
ging on Tropical Forest Ungulates
in R. A. Fimbel, A. Grajal, dan J. G.
Robinson, editors. The Cutting Ed-
ge: Conserving Wildlife in Logged
Tropical Forest. Colombia Univer-
sity Press. New York.
Departemen Kehutanan. 2004. Keputusan
Menteri Kehutanan No. 126/
Menhut-II/2004 tentang Penunjukan
Taman Nasional Batang Gadis di
Kabupaten Mandailing Natal, tang-
gal 29 April 2004. Departemen Ke-
hutanan. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 1999. Lampiran
Peraturan Pemerintah No. 7 tahun
1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa, tanggal 27
Januari 1999. Departemen
Kehutanan. Jakarta.
Ismoyo, B. 2004. Kebijakan Konservasi
Pengelolaan Hutan di Daerah
(Praktek Mewujudkan Kawasan
Konservasi Baru Taman Nasional
Batang Gadis). Kertas Kerja dalam
Dies Natalis Universitas Gajah Ma-
da. Tidak dipublikasikan.
IUCN. 2008. The IUCN Red List of
Threatened Species 2008. http:
//www.iucnredlist.org/details/5953.
Diakses tanggal 19 Januari 2009.
Johns, A. G. 1997. Timber Production
and Biodiversity Conservation in
Tropical Rain forests. Cambridge
University Press, Cambridge, UK.
Kartawinata, K., J.J. Afriastini, M. Heri-
yanto, and I. Samsoedin. 2004. A
Tree Species Inventory in a One-
Hectare Plot at the Batang Gadis
National Park, North Sumatra, In-
donesia. Reinwardtia 12(2): 145.
Kuswanda, W., R. T. Kwatrina, dan B. S.
Antoko. 2006. Model Pengelolaan
Keanekaragaman Hayati dan Pene-
Vol. VII No.1 : 59-74, 2010
72
tapan Zonasi Taman Nasional Ba-
tang Gadis. Laporan Akhir Peneli-
tian Tahun 2007. Balai Penelitian
Kehutanan Aek Nauli. Pematang Si-
antar.
Kuswanda, W., R. T. Kwatrina, B. S. An-
toko, dan A. D. Sunandar. 2007.
Teknik Penetapan Zonasi dan Pe-
ngelolaan Taman Nasional Batang
Gadis. Laporan Akhir Penelitian
Tahun 2007. Balai Penelitian Kehu-
tanan Aek Nauli. Pematangsiantar.
Linkie, M., D. J. Martyr, J. Holden, A.
Yanuar, A. T. Hartana, J. Sugar-
djito, dan N. Leader-Williams.
2003. Habitat Destruction and
Poaching Threaten the Sumatran Ti-
ger in Kerinci Seblat National Park,
Sumatra. Oryx 37: 41-48.
Ludwig, J. A. and J. F. Reynolds. 1988.
Statistical Ecology: A Primer on
Method and Computing. A Wiley -
Inter Science Publication. John Wi-
ley and Sons, Inc. New York.
Meijaard, E., D. Sheil, R. Nasi, D. Au-
geri, B. Rosenbaum, D. Iskandar, T.
Setyawati, M. Lammertink, I. Rach-
matika, A. Wong, T. Soehartono, S.
Stanley, T. Gunawan, dan T.
O’Brein. 2006. Hutan Pasca Pema-
nenan: Melindungi Satwaliar dalam
Kegiatan Hutan Produksi di Kali-
mantan. Center for International
Forestry Research. Jakarta.
Payne, J., C. M. Francis, K. Philipps, dan
S. R. Kartikasari. 2000. Panduan
Lapangan Mamalia di Kalimantan,
Sabah, Serawak, dan Brunei Darus-
salam. The Sabah Society, Malaysia
dan Wildlife Conservation Society-
Indonesia Program.
Perbatakusuma, E., A. Rahayuningsih,
dan Diah S. 2004. Taman Nasional
Batang Gadis: Upaya Mewariskan
Hutan bagi Anak Cucu. Conserva-
tion International Indonesia, Peme-
rintah Kabupaten Madina, dan De-
partemen Kehutanan. Medan.
Primack, R. B., J. Supriatna, M. Indra-
wan, dan P. Kramadibrata. 1998.
Biologi Konservasi. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
Santosa, Y. 1993. Strategi Kuantitatif
untuk Pendugaan Beberapa Parame-
ter Demografi dan Pemanenan Po-
pulasi Satwaliar Berdasarkan Pen-
dekatan Ekologi Perilaku: Studi Ka-
sus terhadap Populasi Kera Ekor
Panjang (Macaca fascicularis Ref-
fles). Institut Pertanian Bogor. Bo-
gor.
Suyanto, A. dan G. Semiadi. 2004. Ke-
ragaman Mamalia di Sekitar Daerah
Penyangga Taman Nasional Gu-
nung Halimun, Kecamatan Cipanas,
Kabupaten Lebak. Berita Biologi 7
(1 & 2). Pusat Penelitian Biologi-
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indo-
nesia. Bogor.
Tarumingkeng, R.C. 1994. Dinamika
Populasi: Kajian Ekologi Kuantita-
tif. Pustaka Sinar Harapan dan Uni-
versitas Kristen Krida Wacana. Ja-
karta.
Wikipedia. 2008. Binatang Menyusui.
http://id.wikipedia.org. Diakses
tanggal 27 Juli 2008.
van Strien, N. J. 1983. A Guide to the
Tracks of Mammals of Western In-
donesia. School of Environmental
Conservation Management. Ciawi,
Indonesia.
Yunus, M. 2005. Menyingkap Misteri
Hutan Taman Nasional Bukit Tiga-
puluh. Laporan Kerjasama Program
Konservasi Harimau Sumatera de-
ngan Balai Taman Nasional Bukit
Tigapuluh. Pematang Rebah-Riau.
Pengelolaan Populasi Mamalia Besar…(W. Kuswanda; A. S. Mukhtar)
73
Lampiran (Appendix) 1. Jenis dan nilai kepadatan mamalia besar terestrial pada setiap plot penelitian di
Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara (Species and densities value of
terrestrial big mammals on each research plots in Batang Gadis National Park,
North Sumatra)
No Nama ilmiah
(Scientific name)
Nama lokal
(Local
name)
Zona inti
(Sanctuary
zone)
Zona rimba
(Wilderness zone)
Zona
pemanfaatan
(Use zone)
HPSP HPP HPSP HPP HS LK HS
1 Arctictis binturong
Raffles, 1821
Bintorung 0,2 - - 0,2 - - 0,2
2 Catopuma temminckii
Vigors & Horsfield,
1827
Kucing emas 0,2 - - - 0,2 -
3 Cervus unicolor Kerr,
1792
Rusa sambar 1,0 - 0,4 1,0 0,2 0,2 0,2
4 Cuon alpinus Pallas,
1811
Ajak 0,2 - - - - 0,4 -
5 Helarchos malayanus
Raffles, 1821
Beruang madu 0,4 0,2 - 0,4 - 0,4 -
6 Hystrix brachyura
Linnaeus, 1758
Landak 0,6 - - - - 0,2 0,6
7 Manis javanica
Desmarest, 1822
Trenggiling 1,0 0,2 - 0,4 - - -
8 Martes flavigula
Boddaert, 1785
Musang
kuning
0,2 - - - - - -
9 Muntiacus muntjak
Zimmermann, 1780
Kijang - - - - 0,4 - -
10 Naemorhedus
sumatraensis
Bechstein, 1799
Kambing
hutan
0,4 - 0,2 0,4 - - 0,2
11 Neofelis nebulosa
Griffith 1821
Macan
dahan
- - - - 0,2 0,2 0,2
12 Panthera tigris
sumatrae Poco*ck,
1929
Harimau
sumatera
0,2 - - 0,2 - - -
13 Ratufa affinis Raffles,
1821
Jelarang 0,6 0,2 0,2 0,2 0,4 - -
14 Sus scrofa
Linnaeus,1758
Babi 1,4 0,4 0,6 0,4 1,0 0,6 0,8
15 Tapirus indicus
Desmarest, 1819
Tapir - - 0,2 0,4 - - -
16 Tragulus javanicus
Osbeck, 1765
Pelanduk
kancil
0,2 - - - - - -
17 Tragulus napu F.
Cuvier, 1822
Napu 0,4 - - 0,2 0,2 0,2 -
18 Unidentified A Musang A 0,2 - - - 0,2 - -
19 Unidentified A Musang B - 0,2 0,2 - - - -
Keterangan (Remark):
HPSP = Hutan primer sub-pegunungan (Sub montana primer forest), HPP = Hutan primer pegunungan (Montana primer
forest), HS = Hutan sekunder (Secondary forest), HS = Hutan sekunder (Secondary forest), LK = Lahan kritis
(Degradation land)
Vol. VII No.1 : 59-74, 2010
74
Lampiran (Appendix) 2. Jenis dan status konservasi mamalia besar terestrial di Taman Nasional Batang
Gadis, Sumatera Utara (Species and conservation status of terrestrial big mammals
in Batang Gadis National Park, North Sumatra)
Sumber (Sources) : *) http://www.itis.gov/servlet, **) http://www.iucnredlist.org/details
No Nama ilmiah
(Scientific name)
Nama lokal
(Local name)
Status konservasi (Conservation status)
PP RI No. 7
Tahun/Year
1999
CITES list * IUCN list**
1 Arctictis binturong Raffles, 1821 Bintorung Dilindungi Appendix III Vulnerable
2 Catopuma temminckii Vigors &
Horsfield, 1827
Kucing emas Dilindungi Appendix I Vulnerable
3 Cervus unicolor Kerr, 1792 Rusa sambar Dilindungi - -
4 Cuon alpinus Pallas, 1811 Ajak Dilindungi Appendix II Vulnerable
5 Helarctos malayanus Raffles,
1821
Beruang madu Dilindungi Appendix I Data deficient
6 Hystrix brachyura Linnaeus,
1758
Landak Dilindungi - Least concern
7 Manis javanica Desmarest, 1822 Trenggiling Dilindungi Appendix II Lower risk
8 Martes flavigula Boddaert, 1785 Musang kuning - - Endangered
9 Muntiacus muntjak
Zimmermann, 1780
Kijang Dilindungi - -
10 Naemorhedus sumatraensis
Bechstein, 1799
Kambing hutan Dilindungi Appendix I Endangered
11 Neofelis nebulosa Griffith 1821 Macan dahan Dilindungi Appendix I Vulnerable
12 Panthera tigris sumatrae
Poco*ck, 1929
Harimau
sumatera
Dilindungi Appendix I Critically
endangered
13 Ratufa affinis Raffles, 1821 Jelarang - Appendix II -
14 Sus scrofa Linnaeus,1758 Babi - - -
15 Tapirus indicus Desmarest, 1819 Tapir Dilindungi Appendix I Endangered
16 Tragulus javanicus Osbeck,
1765
Pelanduk kancil Dilindungi - -
17 Tragulus napu F. Cuvier, 1822 Napu Dilindungi - -
18 Unidentified A Musang A - - -
19 Unidentified B Musang B - - -